BANYAK keuntungan yang bisa didapat jika reog bisa masuk dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) atau Warisan Budaya Tak Benda (WBtB) milik The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Salah satunya adalah perlindungan atas kelestarian seni pertunjukan itu sendiri.
Hal ini dijelaskan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko kepada ponorogo.go.id, Selasa (15/3/2022). Jika pengusulan reog melalui Pemkab Ponorogo kepada Kemdikbud dan dari Indonesia oleh Kemdikbud ke UNESCO berhasil dan sah masuk daftar ICH UNESCO maka yang paling pertama adalah hilangnya klaim oleh negara lain atas reog.
“Kalau sudah diakui UNESCO, maka tidak akan ada cerita reog diakui sebagai miliki siapapun atau negara manapun. Reog tetap boleh sharing (dibagi), boleh dikembangkan di manapun. Justru yang di Amerika saya dorong, di Jepang saya dorong, di mana saja saya dorong. Tetapi tetap harus reog Ponorogo dan khas Ponorogo,” kata Kang Bupati Sugiri, sapaan akrab bupati Ponorogo ini.
Keuntungan lain, lanjut politisi yang cakap menabuh kendang ini, adalah pada berbagai hal turunan dari seni pertunjukan reog Ponorogo ini. Disebutkannya, ketika reog sudah masuk daftar ICH UNESCO, tentu reog akan dikenal oleh banyak warga mancanegara. Reog dan Ponorogo tentu akan makin dikenal oleh dunia.
“Hal ini akan mengundang wisatawan dalam dan luar negeri untuk datang ke Ponorogo. Sehingga, pariwisata akan hidup. Mereka yang mencari hidup, menggantungkan ekonomi dari pariwisata akan hidup,” ulasnya.
Berikutnya, ekonomi akan tumbuh karena adanya peningkatan aktivitas di bidang pariwisata. Para pengrajin reyog, pembuat cinderamata reog, penjual cinderamata, UMKM bidang wisata dan sejenisnya, hingga penabuh dan pemain reog akan ‘laku’. Ada gerbong ekonomi yang akan bergerak dari reog ini.
Ketika pemain reog laku atau mendapat tanggapan dari para wisatawan, tentu aktivitas berlatih reog akan meningkat. Peminat reog sebagai seni untuk dipelajari juga akan meningkat. Regenerasi reog juga akan makin lancar. Dengan begitu kelestarian kesenian ini akan terjaga.
“Dan ini adalah bentuk dari penghargaan kita, ketakziman kita, terhadap warisan budaya leluhur yang adiluhung ini. Kita mengakui karyanya (nenek moyang) dan mengangkat setinggi-tingginya (hingga ke dunia). Ini juga agar kita menjadi manusia yang beradab,” pungkas Kang Bupati Sugiri. (kominfo/dist/gin)