SELURUH pihak di Ponorogo terus memberikan dukungan kepada Reog pada langkahnya menjadi nominasi tunggal untuk didaftarkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBtB) atau Intangible Cultural Heritage (ICH) ke UNESCO pada tahun ini.
Sesepuh Reog Ponorogo Thobroni, Senin (7/3/2022) mengatakan, ia sangat bangga dengan keberhasilan reog yang saat ini menjadi nomimasi tunggal untuk didaftarkan sebagai WBtB di UNESCO. Menurutnya hal ini membuktikan bahwa keindahan seni reog Ponorogo mendapatkan pengakuan. Ia yakin, budaya asli Ponorogo yang adiluhung ini bisa bersaing dengan kesenian dan budaya dari daerah dan negara lain.
“Saya sangat bangga. Budaya kita ini layak menjadi warisan dunia karena keindahannya dan keagungannya. Untuk para generasi muda, saya berpesan agar menyenangi dan terus mengembangkan kebudayaan ini,” ungkap pria yang juga disebut-sebut sebagai warok terakhir di Ponorogo ini.
Hal senada diungkapkan Widi Wardoyo, seorang pelaku usaha skala UMKM yang bergerak di bidang jual beli pernak-pernik reog dan cinderamata reog. Dikatakannya, ia dan seluruh pelaku usaha reog sangat mendukung pengajuan reog sebagai WBtB ke UNESCO. Sebab tak hanya akan membuat reog makin terkenal, tetapi juga akan meningkatkan daya tarik wisata di Ponorogo.
“Kalau pariwisata makin ramai, tentu berbagai barang yang kami sediakan bisa laku. Dan itu sebuah kebanggaan bagi kami di mana suvenir kami, hasil kebudayaan kami makin menyebar ke seluruh penjuru dunia,” ulas Widi.
Peneliti dari Kemdikbud RI Damarjati Kunmaryanto saat melakukan asistensi penyusunan naskah akademik dan video pengusulan Reog ke UNESCO mengatakan, saat ini pihaknya sedang berupaya mengisi form dari UNESCO dalam rangka pendaftaran tersebut.
“Dalam rangka mengisi form (dari UNESCO) kita harus melakukan penelitian. Karena form itu harus berdasarkan data yang otentik dan kekinian. Karena itu kita keliling Ponorogo untuk melengkapi form tersebut,” urainya.
Sebelumnya, tim sudah berkeliling ke sejumlah tempat seperti Lampung, Solo, dan Jabodetabek. Ponorogo menjadi daerah terakhir yang didatangi tim untuk pengisian form ini. Beberapa tempat yang didatangi antara lain sesepuh reog, sekolah yang mengajarkan dan mengembangkan kesenian reog, pelaku usaha kerajinan reog, perajin peralatan reog, lokasi penangkaran burung merak, sanggar tari sampai mendatangi pertunjukan reog obyok yang ‘ditanggap’ oleh salah satu warga sebagai hiburan pada resepsi pernikahan.
“Ini sebenarnya bukan penelitian murni tapi bagaimana kit amencari data terkait dengan formulir yang sudah disediakan UNESCO dan itu harus kita isi berdasarkan informasi data-data terbaru. Semoga dengan apa yang kita lakukan bisa berjalan sesuai dengan tuntunan dari UNESCO ini reog bisa lolos,” tuturnya. (kominfo/dist)